Inilah Demokrasi, Apakah Anda mau Meninggalkannya?
Inilah Demokrasi, Apakah Anda mau Meninggalkannya?
Posted on Januari 20, 2008 by sms/call: 081328051636 atau 087736964912 (silahkan buka situs2 islam bermanfaat: www.eramuslim.com , www.kajian.net , www.alsofwah.or.id , www.muslim.or.id )
by : PenyuX
Kepada mereka yang masih tidak mengetahui hakekat demokrasi….
Kepada mereka yang mempropagandakan dan menyerukan demokrasi, kemudian setelah itu mengaku dirinya seorang muslim…
Kepada mereka semua kami katakan, demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Maka tidak boleh ada kepemimpinan yang lebih tinggi dari kedudukan rakyat, dan tidak ada kehendak yang boleh mengatasinya lagi, meskipun itu kehendak Allah. Bahkan dalam pandangan demokrasi dan kaum demokrat, kehendak Allah dianggap sepi dan tidak ada nilainya sama sekali.
Demokrasi adalah suatu sistem yang menjadikan sumber perundang-undangan, penghalalan dan pengharaman sesuatu adalah rakyat, bukan Allah. Hal itu dilakukan dengan cara mengadakan pemilihan umum yang berfungsi untuk memilih wakil-wakil mereka di parleman (lembaga legislatif).
Hal ini berarti bahwa yang dipertuhan, yang disembah dan yang ditaati –dalam hal perundang-undangan– adalah manusia, bukan Allah. Ini adalah tindakan yang menyimpang, bahkan bisa membatalkan prinsip Islam dan tauhid. Di antara dalil yang menunjukkan bahwa sikap demikian merusakkan tauhid adalah,
Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. dia Telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. (Yusuf:40)
dan dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan (al-Kahfi:26)
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? (asy-Syura:21)
Dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.(al-An’am:121)
—————————————————————————————
Demokrasi berarti mengembalikan segala bentuk pertengkaran dan perselisihan, antara hakim dan yang dihukumi kepada rakyat, tidak kepada Allah dan rasul-Nya. Ini adalah penyelewengan dari firman Allah,
Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, Maka putusannya (terserah) kepada Allah. (asy-Syura:10)
Bagi para penganut faham demokrasi akhir ayat ini diganti dengan kalimat, “maka putusannya (hukumnya) terserah kepada rakyat”, dan bukan diserahkan kepada selain rakyat.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. (an-Nisa’:59)
Allah menetapkan, bahwa di antara konsekuensi iman adalah mengembalikan persoalan yang diperselisihkan kepada Allah dan Rasul-Nya, yakni dengan mengacu kepada al-Qur’an dan as-Sunnah
——————————————————————————–
Demokrasi adalah, sebuah sistem yang berprinsip pada kebebasan berkeyakinan dan beragama. Seseorang –dalam pandangan demokrasi– boleh berkeyakinan apa saja yang ia maui, bebas memilih agama apa saja yang ia inginkan. Ia bebas menentukan apa yang ia inginkan, dan seandainya ia menginginkan untuk keluar dari Islam berganti agama lain, atau menjadi seorang atheis, maka tiada masalah dan ia tidak boleh dipermasalahkan.
Adapun hukum Islam berlawanan dengan hal itu. Hukum Islam tunduk kepada ketentuan yang telah disabdakan Rasulullah saw.
“Barangsiapa mengganti agamanya (murtad dari agama islam) maka bunuhlah ia”
—————————————————————————-
Demokrasi adalah sistem yang berprinsip pada kebebasan berpendapat dan bertindak, apapun bentuk pendapat dan tindakannya, meskipun mencaci maki Allah dan Rasul-Nya serta merusak agama, karena demokrasi tidak mengenal sesuatu yang suci sehingga haram mengkritiknya atau membahasnya panjang lebar. Dan apapun bentuk pengingkaran terhadap kebebasan berarti pengingkaran terhadap sistem demokrasi. Dan itu berarti menghancurkan kebebasan yang suci, dalam pandangan demokrasi dan kaum demokrat.
Inilah hakekat kekufuran terhadap Allah, karena di dalam Islam tidak ada kebebasan untuk mengungkapkan kata-kata kufur dan syirik, tidak ada kebebasan untuk hal yang merusak dan tidak membawa maslahat, tidak ada kebebasan untuk hal yang menghancurkan dan tidak membangun, serta tidak ada kebebasan untuk memecah belah tidak membangun persatuan. Firman Allah
Allah tidak menyukai Ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. (an-Nisa’;148)
Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, Karena kamu kafir sesudah beriman. (at-Taubah:65-66)
——————————————————————————
Demokrasi adalah sistem sekular dengan segala cabangnya, di mana ia dibangun di atas pemisahan agama dari kehidupan dan kenegaraan. Allah dalam pandangan demokrasi hanya diposisikan di pojok surau dan masjid saja, adapun wilayah-wilayah selain itu, baik dalam wilayah politik, ekonomi, sosial dan lain-lain maka wilayah itu bukan milik agama, wilayah itu semua adalah milik rakyat. Bahkan rakyat berhak menentukan suatu kebijaksanaan untuk dimasukkan ke dalam masjid, meskipun hal itu sebenarnya mengandung kemadlaratan
Lalu mereka Berkata sesuai dengan persangkaan mereka: “Ini untuk Allah dan Ini untuk berhala-berhala kami”. Maka saji-sajian yang diperuntukkan bagi berhala-berhala mereka tidak sampai kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukkan bagi Allah, Maka sajian itu sampai kepada berhala-berhala mereka[508]. amat buruklah ketetapan mereka itu. (al-An’am:136)
———————————————————————-
Demokrasi adalah sistem yang berdiri di atas landasan persamaan semua manusia dalam hak dan kewajiban, dengan menutup mata dari aqidah dan agama yang diikutinya, dan juga menutup mata dari biografi moralnya, sehingga orang yang paling kufur, paling jahat dan paling bodoh disamakan dengan orang yang paling taqwa, paling shalih dan paling pandai dalam menetapkan persoalan yang sangat penting dan urgen, yaitu menyangkut siapa yang berhak memerintah negeri dan masyarakat….
Hal ini bertentangan dengan firman Allah
Apakah orang-orang beriman itu sama dengan orang-orang yang fasik? mereka tidak sama. (as-Sajdah;18)
——————————————————————–
Demokrasi ditegakkan di atas prinsip menetapkan sesuatu berdasarkan pada sikap dan pandangan mayoritas, apapun pola dan bentuk sikap mayoritas itu, apakah ia sesuai dengan al-haq atau tidak. Al-Haq menurut pandangan demokrasi dan kaum demokrat adalah segala sesuatu yang disepakati oleh mayoritas, meskipun mereka bersepakat terhadap sesuatu yang dalam pandangan Islam dianggap kebathilan dan kekufuran.
Di dalam Islam, al-haq yang mutlak itu harus dipegang sekuat tenaga, meskipun mayoritas manusia memusuhimu, yaitu al-haq yang disebutkan di dalam al-Qur’an dan sunnah. Al-Haq adalah ajaran yang sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah, meskipun tidak disetujui oleh mayoritas manusia, sedangkan a-bathil adalah ajaran yang dinyatakan batil oleh al-Qur’an dan sunnah, meskipun mayoritas manusia memandangnya sebagai kebaikan. Sebab keputusan tertinggi itu hanyalah hak Allah semata, bukan di tangan manusia, bukan pula di tangan suara mayoritas
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah) (al-An’am:116)
————————————————————————
Sesungguhnya di antara para nabi ada yang tidak diimani oleh umatnya kecuali hanya seorang saja (HR Muslim)
Jika dilihat dengan kaca mata demokrasi yang berprinsip suara mayoritas, di manakah posisi nabi dan pengikutnya ini?
Abdullah bin Mas’ud bertanya kepada Amr bin Maimun, “Jumhur jama’ah adalah orang yang memisahkan diri dari al-Jama’ah, sedangkan al-Jama’ah adalah golongan yang sesuai dengan kebenaran (al-haq) meskipun hanya dirimu seorang”
Ibnu al-Qayyim di dalam kitab A’lamul Muwaqqi’in mengatakan, “ketahuilah bahwa ijma’, hujjah, sawad al-A’dham (suara mayoritas) adalah orang berilmu yang berada di atas al-haq, meskipun hanya seorang sementara semua penduduk bumi ini menyelisihinya.
————————————————————————–
Demokrasi dibangun di atas prinsip pemilihan dan pemberian suara, sehingga segala sesuatu meskipun sangat tinggi kemuliaannya, ataupun hanya sedikit mulia harus diletakkan di bawah mekanisme ambil suara dan pemilihan. Meskipun yang dipilih adalah sesuatu yang bersifat syar’I (bagian dari syari’ah).
Sikap ini tentu bertentangan dengan prinsip tunduk, patuh, dan menyerahkan diri sepenuh hati serta ridla sehingga menghilangkan sikap berpaling dari Allah, ataupun lancang kepada Allah dan Rasul-Nya. Sikap itulah yang seharusnya dilakukan oleh seorang hamba kepada Tuhannya. Agama seorang hamba tidak akan lurus, dan imannya tidak akan benar tanpa adanya sikap tunduk dan patuh kepada Allah sepeti itu
—————————————————————————-
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya Telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka (al-Ahzab:36)
Tetapi demokrasi akan mengatakan, “Ya, harus diadakan pemilihan (voting) dulu, meskipun nantinya harus meninggalkan hukum Allah”
————————————————————————
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, Kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (an-Nisa:65)
Demokrasi berdiri di atas teori bahwa pemilik harta secara hakiki adalah manusia, dan selanjutnya ia bisa mengusakan untuk mendapatkan harta dengan berbagai cara yang ia maui. Ia bebas pula membelanjakan hartanya untuk kepentingan apa saja yang ia maui, meskipun cara yang dipilihnya adalah cara yang diharamkan dan terlarang di dalam agama Islam. Inilah yang disebut dengan sistem kapitalisme liberal
Sikap ini berbeda secara diametral dengan ajaran Islam, dimana mengajarkan bahwa pemilik hakiki harta adalah Allah swt. Dan bahwasannya manusia diminta untuk menjadi khalifah saja terhadap harta kekayaan itu, maka ia bertanggung jawab terhadap harta itu di hadapan Allah; bagaimana ia mendapatkan dan untuk apa dibelanjakan…
Manusia dalam Islam tidak diperbolehkan mencari harta dengan cara haram dan yang tidak sesuai dengan syara’ seperti riba, suap, dan lain-lain…… Demikian juga ia tidak diizinkan untuk membelanjakan harta untuk hal-hal yang haram dan hal-hal yang tidak sesuai dengan tuntunan syara’.
—————————————————————–
Secara ringkas, inilah demokrasi!!
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dengan penuh keyakinan, tanpa ada keraguan sedikit pun kami katakan, bahwa demokrasi dalam pandangan hukum Allah adalah termasuk kekufuran yang nyata, jelas dan tidak ada yang samar, apalagi gelap, kecuali bagi orang yang buta matanya dan buta mata hatinya.
Adapun orang yang meyakininya, menyerukannya, menerima dan meridlainya, atau beranggapan –dasar dan prinsip yang mendasari bangunan demokrasi– sebagai kebaikan yang tidak terlarang oleh syara’, maka ia adalah orang yang telah kafir dan murtad dari agama Allah, meskipun namanya adalah nama Islam, dan mengaku dirinya termasuk muslim dan mukmin. Islam dan sikap seperti ini tidak akan pernah bersatu di dalam agama Allah selamanya.
Allahumma inni qod ballaghtu, fasyhad
Ya Allah, Sesungguhnya aku telah menyampaikan, maka saksikanlah
Abu Bashir,
sedangkan Allah subhaanahu wa ta’aala memerintahkan Nabi-Nya untuk menghukumi sesuai dengan apa yang telah Dia turunkan kepadanya, serta Dia melarangnya dari mengikuti keinginan umat, atau mayoritas orang atau rakyat, Dia menghati-hatikan Nabi-Nya agar jangan sampai mereka memalingkan dia dari apa yang telah Allah turunkan kepadanya,
“”Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu.”” (Qs: Al-Maaidah:49).
Adapun dalam agama demokrasi ada ajaran syirik, maka para penyembahnya berkata:
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diinginkan rakyat, dan ikutilah keinginan mereka. Dan berhati-hatilah kamu jangan sampai kamu dipalingkan dari apa yang mereka inginkan dan mereka tetapkan hukumnya.”
Begitulah mereka katakan dan inilah yang diajarkan dan ditetapkan oleh agama demokrasi. Ini merupakan kekafiran yang jelas dan kemusyrikan yang terang bila mereka menghalalkannya, namun demikian sesungguhnya kenyataan mereka bisa lebih busuk dari itu, sebab bila seseorang mau mengatakan tentang keadaan praktek mereka tentu dia pasti mengatakan:
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diinginkan oleh para thaghut dan kroni-kroninya, dan janganlah satu hukum dan satu undang-undang dibuat kecuali setelah ada pengesahan dan persetujuannya…!!!”
Sungguh ini adalah kesesatan yang terang lagi nyata, bahkan penyekutuan (Khalik) dengan hamba secara aniaya.
2. Karena sesungguhnya demokrasi adalah hukum rakyat atau thaghut yang sesuai dengan undang-undang dasar, bukan yang sesuai dengan syari’at Allah subhaanahu wa ta’aala.
Begitulah yang ditegaskan oleh undang-undang dasar dan buku-buku panduan mereka yang mereka sakralkan dan mereka sucikan lebih dari pensucian mereka terhadap Al Qur’an dengan bukti bahwa hukum undang-undang itu lebih didahulukan terhadap hukum dan syari’at Al Qur’an lagi mendiktenya.
Rakyat dalam agama demokrasi, hukum dan perundang-undangan yang mereka buat tidak bisa diterima – bila memang mereka memutuskan – kecuali bila keputusan itu berdasarkan nash-nash undang-undang dasar dan sesuai dengan materi-materinya, karena undang-undang itu adalah bapak segala peraturan dan perundang-undangan serta kitab hukumnya yang mereka jungjung tinggi…….
Dalam agama demokrasi ini ayat-ayat Al Qur’an atau hadits-hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak begitu dianggap, dan tidak mungkin suatu hukum atau undang-undang ditetapkan sesuai dengan ayat atau hadits kecuali bila hal itu sejalan dengan nash-nash undang-undang dasar yang mereka jungjung tinggi… silahkan engkau tanyakan hal itu kepada para pakar hukum dan perundang-undangan bila engkau masih ragu tentangnya!!
Allah subhaanahu wa ta’aala berfirman:
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Qs: An-Nisaa’: 59)
Padahal agama demokrasi mengatakan:
“Bila kalian berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikan kepada rakyat, majlis perwakilannya, dan rajanya sesuai dengan undang-undang dasar dan aturan yang berlaku di bumi ini.”
3. Sesungguhnya demokrasi adalah buah dari agama sekuler yang sangat busuk, dan anaknya yang tidak sah, karena sekulerisme adalah paham kafir yang intinya memisahkan agama dari tatanan kehidupan, atau memisahkan agama dari Negara dan hukum.
Sedangkan demokrasi adalah hukum rakyat atau hukum thaghut…. Namun bagaimanapun keadaannya sesungguhnya demokrasi bukanlah hukum Allah Yang Maha Besar lagi Maha Perkasa.
Demokrasi sama sekali tidak mempertimbangkan hukum Allah yang muhkam kecuali bila sesuai dan sejalan sebelumnya dengan undang-undang yang berlaku, dan kedua sesuai dengan keinginan rakyat, serta sebelum itu semua harus sesuai dengan selera para thaghut dan kroni-kroninya.
Oleh sebab itu bila rakyat seluruhnya mengatakan kepada thaghut atau kepada arbaab (tuhan-tuhan) dalam demokrasi: Kami ingin penerapan hukum Allah, dan tidak seorangpun memiliki hak tasyrii’ selama-lamanya baik itu rakyat atau para wakilnya atau penguasa….kami ingin menerapkan hukum Allah terhadap orang-orang murtad, pezina, pencuri, peminum khamr,,,,dan,,,,kami juga ingin para wanita diwajibkan berhijab dan ‘afaaf, kali melarang tabarruj, buka-bukaan, porno, cabul, zina, liwath (homo), dan perbuatn keji lainnya” maka dengan sepontan para thaghut dan para penghusung demokrasi itu akan mengatakan kepada mereka: Ini bertentangan dengan paham demokrasi dan kebebasannya!!!
Jadi inilah kebebasan agama demokrasi: Melepaskan diri dari agama Allah, syari’at-Nya, dan melanggar batasan-batasannya. Adapun hukum undang-undang bumi dan aturannya maka itu selalu dijaga, dijunjung tinggi dan disucikan (disakralkan) serta dilindungi dalam agama demokrasi mereka yang busuk, bahkan orang yang berusaha melanggarnya, menentangnya, atau menggugurkannya dia akan merasakan sangsinya…
Enyahlah kalian, enyahlah kalian, enyahlah kalian
Enyahlah kalian, hingga lisan ini merasa kelelahan.
Jadi demokrasi –wahai saudara setauhid- adalah agama baru di luar agama Allah subhaanahu wa ta’aala. Sesungguhnya dia adalah hukum thaghut dan bukan hukum Allah subhaanahu wa ta’aala.
Demi Allah islam dan demokrasi tidak bisa kumpul dan tidak akan bersatu
Hingga bulu-bulu gagak itu beruban
Demikianlah demokrasi itu secara asal-usul dan secara makna lahir di lahan kekafiran dan ilhaad, dan tumbuh berkembang di ladang-ladang kemusyrikan dan kerusakan di Eropa di mana mereka memisahkan agama dari kehidupan, sehingga tumbuhlah lafadz itu dalam suasana-suasana yang membawa setiap racunnya, dan kerusakannya yang akar-akarnya itu tidak ada hubungan sama sekali dengan lahan keimanan atau siraman aqidah dan ihsan. Paham ini tidak bisa menampakkan eksistansinya di dunia barat kecuali setelah berhasil memisahkan agama dari Negara di sana, paham ini memperbolehkan bagi mereka liwath, zina, khamr, percampuran keturunan dan perbuatan-perbuatan keji lainnya baik yang nampak atau terselubung….oleh sebab itu tidak ada orang yang membela demokrasi, atau memujinya, dan menyamakannya dengan syuraa, kecuali dua macam orang yang tidak ada ketiganya, bisa jadi dia itu orang demokrat kafir, atau orang dungu lagi jahil akan makna dan isi dari demokrasi itu.
Demi Allah kamu bukan yang ketiga dari dua orang
Ya, kamu bisa jadi keledai (yang dungu) atau kamu bagian dari bantengnya.
Sekarang adalah zaman di mana istilah-istilah telah bercampur aduk, hal-hal yang kontradiksi telah berkumpul. Dan tidak aneh kalau paham-paham kafir ini didengung-dengungkan oleh banyak wali-wali setan, akan tetapi yang paling aneh adalah bila yang mendengungkannya, membolehkannya, dan memberikan baju syar’iinya adalah banyak orang-orang yang mengaku Islam.
Wahai para penyembah undang-undang buatan…dan hukum-hukum bumi rendahan……
Wahai para penghusung agama demokrasi………
Wahai anggota-anggota dewan pembuat undang-undang yang menghalalkan berhukum dengan selain hukum islam………
(Ketahuilah) sesungguhnya kami berlepas diri kepada Allah dari kalian dan dari ajaran kalian….
Kami kafirkan kalian, dan kami kafir terhadap undang-undang syirik kalian, serta kami kafir akan majelis-majelis kemusyrikan kalian.
(Ketahuilah) sesungguhnya telah tampak antara kami dengan kalian permusuhan dan kebencian selama-lamanya sampai kalian beriman kepada Allah SWT.
Posted on Januari 10, 2011, in Motivation and Inspiration, Public, Renungan and tagged Allah, An-Nisa, Apakah Anda mau Meninggalkannya?, Bali, Business, Demokrasi, hadist tentang demokrasi, Inilah Demokrasi, Islam, petuah demokrasi, Qur'an, semangat demokrasi, Sujud, Sunnah. Bookmark the permalink. Tinggalkan komentar.
Tinggalkan komentar
Comments 0